Sabtu, 12 Desember 2015

MASA ADVEN DI GEREJA KRISTEN

Meengapa dalam Gereja Katolik ada masa Adven? Dalam Gereja Katolik ada masa Adven, karena ada kalender liturgi, dimana selama sepanjang tahun misteri penjelmaan, kelahiran, karya dan ajaran-ajaran-Nya, sengsara, wafat, kebangkitan, kenaikan ke Surga dan kedatangan-Nya kembali. Selama masa Adven Gereja menguraikan misteri penjelmaan Yesus Kristus dan misteri kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman. Bacaan-bacaan Kitab Suci, baik pada misa hari Minggu dan misa harian, serta bacaan pada ibadat harian menjelaskan kedua misteri tersebut.

Benarkah di dalam Gereja Kristen tidak ada masa Adven? Tidak semua, sebagian dalam Gereja Kristen ada kalender liturgi. Gereja menggunakan itu sebagian mirip, dan sebagian lain sama persis dengan yang digunakan dalam Gereja Katolik. Kemungkinan besar Gereja yang tidak menggunakan kalender liturgi adalah Gereja Protestan dengan sekte-sektenya, serta gereja-gereja independen, dan gereja pinggiran lainnya. Tetapi, Gereja Kristen yang tradisional, pada umumnya menggunakan kalender liturgi dan dengan sendirinya aturan masa advennya mirip dengan Gereja Katolik.

Gereja Kristen memahami masa Adven, sama dengan Katolik, adventus, berarti “datang”, hanya saja, Yesus yang datang itu, tidak dibedakan, antara penjelmaan dan kelahiran. Apa dampaknya dengan tidak ada pembedaan? Pada Gereja Kristen, bisa merayakan kedatangan Tuhan (Natal) sebelum tanggal 25 Desember. Natal bagi sebagian besar agama Kristen dirayakan sebagai kedatangan Tuhan di dunia, atau kedatangan Tuhan yang pertama. Tekanan pada kedatangan.

Selanjutnya, dalam Gereja Katolik, “kedatangan Tuhan”, dimulai dengan penjelmaan, baru kemudian kelahiran. Inilah yang menyebabkan, Gereja Katolik tidak dapat merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember, Natal, berarti lahir. Sebelum tanggal itu, Gereja masih merayakan misteri penjelmaan-Nya. Saya kira ini perbedaan kecil, yang perlu dibesar-besarkan. Sebab, sesama Katolikpun ada perbedaan, pada Gereja Ortodoks, Natal dirayakan meriah pada tanggal 6 Januari.

Salinan dari “Sorot Mencor - 8 Desember 2013”

Sabtu, 05 Desember 2015

BERPUASA PADA MASA ADVEN

Benar sekali bila masa Adven mirip dengan masa Prapaskah, sebab, memang demikian ditetapkan oleh Gereja. Awalnya hari raya Natal hanya disiapkan beberapa hari, namun dalam perkembangannya ditambah seiring dengan pemaknaan hari raya Natal sebagai hari raya utama dalam Gereja. Sebagai hari raya utama, maka, persiapan lalu disusun mirip dengan menyambut hari raya pertama dan utama dalam Gereja, yakni hari raya Paskah.

Kemiripan itu, bacaan-bacaan yang dipilih secara khusus, warna liturgi ungu yang menyerukan keprihatinan dan pertobatan. Lamanya, dari yang sebelumnya hanya beberapa hari, diubah menjadi empat pekan, secara simbolis dekat dengan 40 hari dalam masa Prapaskah. Madah kemuliaan dalam misa hari Minggu ditiadakan, ditingkatkan aksi-aksi sosial untuk berderma. Hanya memang benar, dalam masa Adven tidak ada anjuran untuk berpuasa dan tidak menonjolkan matiraga sebagai ungkapan tobat. Bagaimana jika, berpuasa?

Secara tata lahir, masa Adven dan masa Prapaskah dalam banyak hal memang mirip, namun secara batin, nuansanya berbeda. Pada masa Prapaskah nuansanya duka, sedih, sebab, dalam masa ini, Gereja sedang merenungkan sengsara Tuhan. Sedang dalam masa Adven, Gereja sedang merenungkan misteri penjelmaan dan kedatangan Tuhan. Kata Adven sendiri berasal dari kata Adventus, artinya datang. Jadi, meskipun ada keprihatinan dan anjuran pertobatan, namun dengan batin suka cita, sebab, kedatangan Kristus harus disambut dengan hati gembira.

Gereja tidak melarang untuk berpuasa dalam masa Adven, bahkan Gereja menganjurkan umat Katolik matiraga sepanjang tahun, yakni pada setiap hari Jumat. Juga tidak dilarang pada hari-hari lain. Dalam hal ini Gereja mengajarkan demikian, “Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan pula masa tobat empat puluh hari. Pantang dari makan daging atau dari makanan lainnya seturut Konferensi Waligereja hendaknya dilakukan hari Jumat sepanjang tahun.” (KHK 1250, 1251).

Salinan dari “Sorot Mencor - 6 Desember 2015”

Kamis, 03 Desember 2015

MAKNA LILIN ADVEN

Liturgi Gereja pada hakekatnya adalah tindakan yang bersifat simbolis. Segala sesuatu yang terkait dengan liturgi harus dipahami sebagai tindakan simbolis, atau melambangkan sesuatu. Lilin adven pun perlu dimaknai sebagai lambang, atau simbol. Lilin adven dalam tradisi Gereja, dipasang dalam lingkaran adven, bukan segi empat, atau bentuk lainnya. Dipilih bentuk lingkaran karena bentuk ini tidak memiliki awal dan akhir, lingkaran adven hendak melambangkan Tuhan yang datang, Dia adalah abadi, tanpa awal dan akhir. Yesus adalah alpa dan omega, awal dan akhir dari kehidupan manusia dan semesta.

Lilin adven berjumlah empat buah, hendak melambangkan lamanya waktu masa adven. Setiap lilin melambangkan pekan, jika lilin addven berjumlah empat berarti lamanya masa adven empat pekan. Lilin adven tidak dinyalakan serentak, pada pekan pertama dinyalakan satu lilin, pekan kedua, dua lilin, dan seterusnya. Penyalaan yang bertahap ini selain hendak menyatakan tahap perjalanan masa adven, nyala lilin itu melambangkan kerinduan hati manusia dalam menantikan kedatangan Tuhan. Pada pekan pertama, kerinduan manusia masih kecil, namun berangsur-angsur bertambah semakin besar, sehingga pada pekan keempat dinyalakan empat lilin, artinya kerinduan manusia akan kedatangan Tuhan itu sudah tak tertahankan lagi. Sekaligus melambangkan bahwa kelahiran Kristus sudah semakin mendekat.

Lilin adven ditempatkan pada lingkaran adven yang dibuat dari daun-daun evergreen, seperti daun cemara. Daun-daun yang selalu hijau sepanjang tahun, bahkan di musim gugur dan musim dingin sekalipun daunnya tetap menghijau. Daun evergreen pada lingkaran adven melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir. Jika diantara daun-daun hijau diberikan hiasan buah-buah warna merah, maka itu melambangkan darah dan pengurbanan Kristus dalam menyelamatkan manusia.

Jika lilin adven dibuat warna ungu sebagai lambang pertobatan, atau keprihatinan. Hal itu melambangkan, sikap paling tepat dalam menyambut kedatangan Tuhan adalah sikap tobat. Sedangkan pada lilin ketiga dipilih warna merah muda. Warna merah muda itu dalam liturgi Gereja sebagai lambang sukacita, karena Natal sudah akan tiba. Jika keempat lilin itu telah digantikan lilin berwarna putih, artinya penantian telah sampai kepenuhannya, Yesus datang.

Salinan dari “Sorot Mencor - 21 Desember 2014”