Jumat, 23 Oktober 2015

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN UMAT DALAM GEREJA KATOLIK

Dalam Gereja Katolik sudah ada kewajiban serupa hanya beda bunyi rumusan kewajibannya, misalnya setiap orang Katolik wajib menaati sepuluh perintah Allah setiap hari sepanjang hidup : (1). Jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan cintailah Aku lebih dari segala sesuatu. (2). Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat. (3). Kuduskan hari Tuhan. (4). Hormati ibu-bapamu. (5). Jangan membunuh. (6). Jangan berzinah. (7). Jangan mencuri. (8). Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu. (9). Jangan mengingini istri sesamamu. (10). Jangan mengingini milik sesamamu secara tidak adil.

Dalam Gereja Katolik ada kewajiban lain, setiap orang Katolik wajib mentaati lima perintah Gereja : (1). Rayakan hari raya yang disamakan dengan hari Minggu. (2). Ikutilah perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan hari raya yang diwajibkan, dan janganlah melakukan pekerjaan yang dilarang pada hari itu. (3). Berpuasalah dan berpantanglah pada hari yang ditentukan. (4). Mengaku dosalah sekurang-kurangnya sekali setahun. (5). Sambutlah Tubuh Tuhan pada masa Paska.

Dalam Gereja Katolik ada sepuluh kebiasaan yang harus dihidupi umat Katolik sejak kecil sampai lanjut usia, dan setiap orang tua wajib mendidikan kebiasaan itu pada anak-anaknya : (1). Berhimpun pada hari Minggu. (2). Membaca Kitab Suci. (3). Melaksanakan Ibadat Harian : Ibadat Pagi, Ibadat Bacaan, Ibadat Siang, Ibadat Sore, Ibadat Penutup, ibadat ini bukan doa harian. (4). Berdoa bersama dalam keluarga. (5). Berdoa secara pribadi. (6). Terlibat dalam kehidupan jemaat setempat (Lingkungan, stasi, paroki). (7). Terlibat dalam masyarakat. (8). Berpuasa dan berpantang. (9). Memeriksa batin. (10). Mengaku dosa di hadapan imam.

Selanjutnya sambil melaksanakan kewajiban-kewajiban itu, umat Katolik memperhatikan sabda Tuhan, “ Ingatlah, jangan kamu melaksanakan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di Sorga.” (Mat 6:1)

Salinan dari “Sorot Mencor - 22 Maret 2015”

Kamis, 22 Oktober 2015

MACAM-MACAM DOSA

Sebelum dijawab aneka macam dosa, perlu dijelaskan dahulu, apa itu dosa. Dosa adalah suatu pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran, dan hati nurani yang baik. Dosa adalah satu kesalahan terhadap kasih yang benar terhadap Allah dan sesama atas dasar satu ketergantungan yang tidak normal kepada barang-barang tertentu. Dosa melukai kodrat manusia dan solidaritas manusiawi. Santo Agustinus mendefinisikan dosa sebagai “kata, perbuatan, atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi (Faus. 22, 27).

Menurut Kitab Suci dosa merupakan penghinaan terhadap Allah: “terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang kau anggap jahat” (Mzm 51:6). Dosa memberontak terhadap kasih Allah kepada manusia dan membalikkan hati dari Dia. Seperti dosa perdana, ia adalah satu ketidaktaatan, suatu pemberontakan terhadap Allah, oleh kehendak menjadi “seperti Allah” dan olehnya mengetahui dan menentukan apa yang baik dan apa yang jahat (Kej 3:5). Dengan demikian dosa adalah cinta diri yang meningkat sampai menjadi penghinaan Allah (Agustinus, civ 14, 28). Karena keangkuhan itu, maka dosa bertentangan penuh dengan ketaatan Yesus (bdk. Flp 2:6-9) yang melaksanakan karya keselamatan.

Tentang bentuknya, dosa itu beraneka ragam. Kitab Suci memiliki beberapa daftar dosa. Surat kepada umat di Galatia mempertentangkan pekerjaan-pekerjaan daging dengan buah Roh: “Perbuatan daging telah nyata, yaitu : percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, pencideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu, seperti yang telah kubuat dahulu, bahwa barang siapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (Gal 5:19-21). Kitab Suci mengajarkan bahwa dosa itu berasal dari dalam hati manusia, di dalam kehendak manusia yang merdeka, atau bebas. “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu, dan hujat. Itulah yang menajiskan orang (Mat 15:19-20).

Salinan dari “Sorot Mencor - 8 Maret 2015”

KUNCI KERAJAAN ALLAH

Untuk memahami sabda yang berkaitan dengan kunci kerajaan Allah, pertama kita perlu tahu mengapa kunci itu diberikan kepada Petrus, bukan yang lain. Injil memberikan kesaksian kepada kita, bahwa sejak awal kehidupan Yesus di muka umum, Ia memilih laki-laki dua belas orang; mereka ini harus ada bersama Dia dan mengambil bagian dalam perutusan-Nya. Yesus mengijinkan mereka mengambil bagian dalam otoritas-Nya, bahkan Yesus mengutus mereka untuk melakukan hal yang sama yang Ia lakukan, yakni memberitakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang (Luk 9:2). Mereka berhubungan sedemikian erat dengan Yesus, sebab, Kristus memimpin umat-Nya melalui mereka. Dalam kebersamaan dua belas orang laki-laki itu, Simon Petrus menduduki tempat pertama. Yesus memberi kepercayaan yang khusus kepadanya. Kepercayaan Yesus kepada Petrus secara eksplisit dikatakan, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya (Mat 16:16-18).

Kedua, Simon Petrus sebagai yang pertama dari antara dua belas murid diberikan wewenang khusus, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:19). Gereja menafsirkan kuasa kunci-kunci itu berarti wewenang untuk memimpin rumah Allah, yang tidak lain adalah Gereja yang didirikan Kristus. Tugas itu, dinyatakan secara lebih tegas oleh Yesus pasca kebangkitan-Nya. Ia sebagai gembala agung mengatakan kepada Petrus setelah menguji cintanya: Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yoh 21:15-17). Lalu, wewenang untuk “mengikat” dan “melepaskan” menyatakan wewenang di dalam Gereja untuk membebaskan dari dosa, mengambil keputusan menyangkut ajaran dan memberikan keputusan-keputusan disipliner. Tiga otoritas Kristus yang besar itu dipercayakan kepada Gereja melalui pelayanan para Rasul (bdk. Mat 18:18) dan terutama melalui Petrus yang diberikan wewenang khusus oleh Kristus.

Ketiga, Simon Petrus dan para rasulnya, dilanjutkan para penggantinya yakni Paus dan para uskup. Para pengganti Petrus dan para rasul itu tetap memiliki kuasa yang sama yang diberikan Kristus kepada Simon Petrus dan para rasul. Diberi kuasa untuk membebaskan dari dosa, mengambil keputusan menyangkut ajaran dan memberikan keputusan-keputusan disipliner dalam Gereja-Nya.

Salinan dari “Sorot Mencor - 3 Mei 2014”

Rabu, 21 Oktober 2015

GELAR-GELAR MARIA DALAM LITANI

Maria Bejana Rohani, Vas Spirituale. Gelar ini sangat berhubungan dengan misteri inkarnasi. Maria mengandung dari Roh Kudus (bdk. Mat 1:18), karena sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci, bahwa : “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah (Luk 1:35). Gelar bejana rohani yang dikenakan pada Maria, berarti bejana yang dipenuhi Roh Kudus. Jadi gelar ini tidak memperlawankan antara bejana jasmani dengan bejana rohani.

Maria Bejana Kebaktian Utama, gelar ini tidak sangat tepat menerjemahkan Vas Insigne Devosionis, sebab istilah tersebut menyatakan bahwa Maria merupakan tempat yang unggul, penyerahan diri, keterarahan diri manusia kepada Allah. Dengan jawaban Maria kepada malaikat, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38), maka tampak jelas, bahwa Maria sepenuh-penuhnya merelakan diri bagi kehendak Allah. Gelar Maria bejana kebaktian utama mengingatkan umat beriman, bahwa setiap murrid Yesus dipanggil kepada penyerahan diri kepada Allah. Sebab, hanya dengan keterarahan diri kepada-Nya, manusia bisa melaksanakan kehendak-Nya terlibat dalam karya keselamatannya.

Maria Pintu Surga. Fungsi pintu dalam rumah adalah tempat orang keluar atau masuk rumah. Makna pintu itulah yang dikenakan pada gelar Maria sebagai pintu surga. Pintu surga adalah tempat Allah keluar dari surga untuk mendekati manusia, namun serentak manusia masuk dalam surga berkat Yesus Kristus yang lahir dari perawan Maria. Maka, dengan gelar Maria pintu surga umat beriman diingatkan bahwa Allah selalu mendekatkan diri dengan umat-Nya, memanggil mereka agar datang kepada-Nya. Sebab, Allah merupakan tujuan hidup manusia.

Salinan dari “Sorot Mencor - 24 Mei 2013”

GELAR-GELAR MARIA DALAM LITANI

Maria Cermin Kekudusan. Gelar ini tidak sangat tepat menerjemahkan kata Speculum Justicine, cermin kebenaran. Maka gelar yang tepat sebenarnya, Maria cermin kebenaran. Maksud gelar ini hendak menyatakan, bahwa Bunda Maria bagaikan cermin yang memantulkan atau memperlihatkan kebenaran Allah bagi orang beriman. Kebenaran itu adalah tindakan Allah menyelamatkan dan menguduskan manusia yang dilaksanakan melalui Yesus Kristus, sebagaimana dinyatakan Paulus, “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. (1 Kor 1:30). Hidup Maria merupakan contoh manusia yang telah mengalami tindakan Allah yang menyelamatkan, sekaligus manusia yang telah dibenarkan dan dikuduskan oleh Allah melalui Yesus Kristus.

Maria Tahta Kebijaksanaan, Sedes Sapientiae. Gelar tahta kebijaksanaan ini mengingatkan orang akan kebijaksanaan Allah yang berkata tentang dirinya sendiri, sebagaimana dinyatakan kitab Yesus bin Sirakh, “Aku telah tinggal di tempat yang tinggi dan tahta-Ku di atas awan.” (Sir 24:4). Umat Perjanjian Lama, mengalami kehadiran Allah melalui awan. Bahkan Allah membimbing Umat Terjanji sampai ke Kanaan melalui kebijaksanaan tiang awan yang berjalan di depan mereka. Di atas awan itulah Allah bertahta. Umat Kristen sudah lama menyamakan Kristus dengan kebijaksanaan ilahi. Maka, dengan penjelmaan Allah menjadi manusia kebijaksanaan ilahi tidak lagi bertahta di atas awan-awan, melainkan dalam rahim manusia, yakni Maria. Tentang kebenaran bahwa manusia menjadi tahta kebijaksanaan ilahi, nyata dalam diri manusia. Maka, memandang Maria sang tahta kebijaksanaan ilahi mengingatkan orang beriman, bahwa dirinya juga menjadi tahta kebijaksanaan ilahi berkat Kristus melalui Roh Kudus. Sebab, sekarang Allah hadir melalui Roh Kudus.

Salinan dari “Sorot Mencor - 12 Mei 2013”

LATAR BELAKANG SEJARAH ORANG PROTESTAN TIDAK BERDEVOSI KEPADA BUNDA MARIA

Bila ditanyakan latar belakang sejarahnya, perlu dikatakan bahwa sebenarnya Martin Luther sebagai reformis Gereja yang melahirkan Protestanisme menghormati Maria, hal itu tampak sebagaimana terdokumentasi dalam sermon tanggal 15 Agustus 1522, pada saat terakhir kali Martin Luther berkhotbah di hari Perayaan Maria Diangkat ke Surga, ia menyatakan: “Tidak perlu diragukan lagi, bahwa Perawan Maria berada di surga. Bagaimana terjadinya, kita tidak mengetahuinya. Dan karena Roh Kudus tidak mengatakan apapun tentang itu, kita menyatakannya tidak sebagai pokok iman (article of faith) .…. Adalah cukup untuk mengetahui bahwa ia hidup di dalam Kristus.”. Dan masih ada sejumlah dokumen lain yang isinya sejenis. Dari kesemua itu dapat disimpulkan, bahwa Martin Luther mengajarkan Bunda Maria adalah seorang yang kudus, telah berada di surga, dan ia layak dihormati oleh semua orang, dan ia menjadi ibu rohani bagi semua umat Kristiani. Memang menjadi sesuatu yang perlu kita renungkan bersama meskipun pendiri Gereja Protestan pada awalnya mengakui kekudusan Bunda Maria, dan menghormatinya, namun sekarang sepertinya umat Protestan tidak mempunyai penghayatan yang sama?

Salah satu, penyebabnya, kemungkinan karena saudara-saudara kita yang terpisah, menekankan tentang ajaran Sola Gratia, yang berarti bahwa keselamatan itu semata-mata karena anugerah Allah, bukan karena perbuatan baik manusia. Perbuatan baik kita tidak bisa menjadi silih yang mengamankan keselamatan Allah, hal itu karena kebaikan Allah Tuhan terlalu tinggi sehingga tidak terjangkau oleh manusia, apalagi dengan hakikat kepengantaraan orang kudus, tidak diperlukan lagi. Maka wajar bahwa dampak dari penekanan Sola Gratia adalah hilangnya penghormatan terhadap orang-orang kudus, termasuk di dalamnya devosi kepada Maria, bunda Yesus.

Situasi tersebut semakin diperparah oleh ikonoklasme kaum Protestan, yakni gerakan fanatik kaum reformasi terhadap penyingkiran altar, pemusnahan karya-karya seni religious, dan penghapusan dekorasi di banyak gedung Gereja Protestan yang dulunya adalah Gereja Katolik. Calvin secara khusus  menekankan bahwa penghormatan kepada para kudus merupakan karya setan dan penghormatan kepada patung dan gambar-gambar kudus merupakan penyembahan berhala. Apa yang dilakukan masa lalu, tentu masih terbawa serta hingga sekarang. Sebab, sejarah memang terwariskan pada generasi-generasi selanjutnya.

Salinan dari “Sorot Mencor - 13 Januari 2013”