Rabu, 21 Oktober 2015

LATAR BELAKANG SEJARAH ORANG PROTESTAN TIDAK BERDEVOSI KEPADA BUNDA MARIA

Bila ditanyakan latar belakang sejarahnya, perlu dikatakan bahwa sebenarnya Martin Luther sebagai reformis Gereja yang melahirkan Protestanisme menghormati Maria, hal itu tampak sebagaimana terdokumentasi dalam sermon tanggal 15 Agustus 1522, pada saat terakhir kali Martin Luther berkhotbah di hari Perayaan Maria Diangkat ke Surga, ia menyatakan: “Tidak perlu diragukan lagi, bahwa Perawan Maria berada di surga. Bagaimana terjadinya, kita tidak mengetahuinya. Dan karena Roh Kudus tidak mengatakan apapun tentang itu, kita menyatakannya tidak sebagai pokok iman (article of faith) .…. Adalah cukup untuk mengetahui bahwa ia hidup di dalam Kristus.”. Dan masih ada sejumlah dokumen lain yang isinya sejenis. Dari kesemua itu dapat disimpulkan, bahwa Martin Luther mengajarkan Bunda Maria adalah seorang yang kudus, telah berada di surga, dan ia layak dihormati oleh semua orang, dan ia menjadi ibu rohani bagi semua umat Kristiani. Memang menjadi sesuatu yang perlu kita renungkan bersama meskipun pendiri Gereja Protestan pada awalnya mengakui kekudusan Bunda Maria, dan menghormatinya, namun sekarang sepertinya umat Protestan tidak mempunyai penghayatan yang sama?

Salah satu, penyebabnya, kemungkinan karena saudara-saudara kita yang terpisah, menekankan tentang ajaran Sola Gratia, yang berarti bahwa keselamatan itu semata-mata karena anugerah Allah, bukan karena perbuatan baik manusia. Perbuatan baik kita tidak bisa menjadi silih yang mengamankan keselamatan Allah, hal itu karena kebaikan Allah Tuhan terlalu tinggi sehingga tidak terjangkau oleh manusia, apalagi dengan hakikat kepengantaraan orang kudus, tidak diperlukan lagi. Maka wajar bahwa dampak dari penekanan Sola Gratia adalah hilangnya penghormatan terhadap orang-orang kudus, termasuk di dalamnya devosi kepada Maria, bunda Yesus.

Situasi tersebut semakin diperparah oleh ikonoklasme kaum Protestan, yakni gerakan fanatik kaum reformasi terhadap penyingkiran altar, pemusnahan karya-karya seni religious, dan penghapusan dekorasi di banyak gedung Gereja Protestan yang dulunya adalah Gereja Katolik. Calvin secara khusus  menekankan bahwa penghormatan kepada para kudus merupakan karya setan dan penghormatan kepada patung dan gambar-gambar kudus merupakan penyembahan berhala. Apa yang dilakukan masa lalu, tentu masih terbawa serta hingga sekarang. Sebab, sejarah memang terwariskan pada generasi-generasi selanjutnya.

Salinan dari “Sorot Mencor - 13 Januari 2013”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar